sawitsetara.co – JAKARTA – Urgensi untuk pembenahan tata kelola industri kelapa sawit semakin nampak dengan makin tingginya kebutuhan akan minyak sawit. Bagaimana perkembangan sejauh ini dan apa saaja tantangannya?
Untuk mengupas isu ini, Warta Ekonomi berkolaborasi dengan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) menyelenggarakan seminar sawit series ke-2 yang bertajuk Kontribusi Hulu-Hilir Kelapa Sawit yang di adakan di The Sultan Hotel dan Residence, Jakarta (29/08/2024).
Diadakan secara hybrid, seminar sawit ini menghadirkan ahli dan perwakilan dari semua pemangku kepentingan sawit, yakni Tenaga Ahli Utama KSP Bidang Industri dan Perdagangan, Agung Krisdiyanto, Direktur Penghimpunan Dana BPDPKS, Sunari, Ketua Kelompok Budi Daya Tanaman Kelapa Sawit Kementan RI, Togu Rudianto Saragih, Ketua Bidang Industri Agro GAPKI, Rapolo Hutabarat; Guru Besar IPB University Rachmat Pambudy, dan Sekjen DPP Apkasindo Rino Afrino.
Pada saat kata sambutan, CEO dan Chief Editor Warta Ekonomi Group, Muhamad Ihsan menilai ada tantangan tata kelola dan hilirisasi yang harus dihadapi untuk keberlanjutan kelapa sawit Indonesia. di antaranya adalah tumpang tindih kebun sawit dalam kawasan hutan dan diversifikasi produk hilir sawit yang terbatas.
Terkait hilirisasi ini, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Bidang Industri dan Perdagangan, Agung Krisdiyanto, menyebut bahwa Indonesia saat ini masih ketinggalan jauh dengan Malaysia yang tercatat sudah melakukan hilirisasi 260 turunan sawit sedangkan Indonesia baru 179 turunan. Hilirisasi tersebut penting untuk disorot lantaran terkait dengan transformasi ekonomi.
“Transformasi ekonomi itu intinya adalah bagaimana kita bisa membuka lapangan kerja sebanyak-banyaknya untuk masyarakat. Melalui apa? Melalui hilirisasi dan industrialisasi. Itu yang jadi fokus kami, maupun pemerintahan berikutnya,” kata Agung.
Agung sempat menyinggung komitmen Presiden Terpilih Pemilu 2024, Prabowo Subianto, yang fokus untuk memberdayakan sawit secara swadaya sehingga keuntungannya bisa dimanfaatkan untuk masyarakat Indonesia dan tidak terpengaruh oleh Uni Eropa lagi.
“Kami juga mencatat jika permasalahan sawit ini adalah PR bagi kita semua. di bagian hulu atau hulunisasi ini sempat disinggung kita perlu dokter perkebunan agar tidak ada lagi tanah tidak produktif, hama, dan lain sebagainya,” ucap Agung.
Sementara itu, Direktur Penghimpunan Dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Sunari, mengungkapkan jika industri kelapa sawit Indonesia harus menghadapi beberapa tantangan besar. di antaranya adalah terkendalanya PSR. Sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia, dia berharap jika Indonesia bisa memproduksi kelapa sawit sebanyak-banyaknya.
Sunari pun menjelaskan beberapa tantangan dalam pengembangan industri hulu dan hilir kelapa sawit di antaranya produktivitas yang rendah, lahan berada dalam kawasan hutan, kendala legalitas dan perizinan, sarana dan prasarana yang kurang memadai, regulasi yang masih belum optimal, hilirisasi, hingga black campaign terhadap sawit itu sendiri.
Di sisi lain, dirinya juga memaparkan arah strategis dalam mendukung serta meningkatkan industri hulu dan hilir kelapa sawit. Seperti peningkatan kesejahteraan petani, stabilisasi harga CPO, serta memperkuat industri hilir.
Harmonisasi berbagai aspek dan tantangan untuk hulunisasi dan hilirisasi yang dimaksud memerlukan perhatian sebuah entitas yang khusus menangani industri kelapa sawit.
“Maka dari itu, diperlukan lembaga yang berfungsi untuk mengkolaborasikan dan mensinergikan program hulu dan hilir,” ucap Sunari.
Ketua Bidang Agro Industri Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Rapolo Hutabarat, menjelaskan bahwa hilirisasi di industri sawit pada dasarnya sudah berjalan. Pasalnya, ekspor produk sawit didominasi oleh produk hilir itu sendiri.
Dirinya pun menawarkan paradigma baru yakni keberpihakan dengan petani swadaya dengan cara pemberian bibit bersertifikat dan terjangkau, pupuk bersubsidi bagi para petani, menerapkan praktik pertanian yang baik, hingga berkoperasi atau bermitra serta kebijakan berasas kepastian hukum.
“Dan dihindari kebijakan yang cepat berubah dan tumpang tindih. Bagi pemerintah, harap segera membentuk lembaga atau badan khusus yang menangani industri kelapa sawit yang terintegrasi dari hulu ke hilir. Sehingga tidak ada lagi tumpang tindih peraturan dan implementasi di lapangan,” kata Rapolo.
Dalam konteks regulasi pemerintah, Sekretaris Jenderal DPP APKASINDO, Rino Afrino, pun mempertanyakan kepastian dari transisi kepemerintahan terkait komitmennya dalam industri kelapa sawit dalam negeri ini. Dia membeberkan permasalahan mendasar misalnya kepemilikan lahan para petani yang saling tumpang tindih satu sama lain sehingga tata kelola sawit pun menjadi rancu.
“Sepertinya harus ada lembaga 24 jam yang hanya mikir tentang sawit saja. Izin, riset, semuanya disitu. Jadi enggak ada yang main-main terhadap tata kelola sawit. Saya harap sinergi yang dibangun pemerintah, petani dan pengusaha bisa besar dan tumbuh bersama,” jelas dia.
Dalam kesempatan yang sama, Guru Besar IPB University, Rachmat Pambudy, mempertanyakan tata kelola perkebunan sawit itu sendiri. dirinya yakin masih banyak PR yang harus diperbaiki.
“Coba sekarang kita menata diri bagaimana supaya petani sawit kita berkembang dan maju. Tidak ada agribisnis yang perkembangannya jauh lebih cepat daripada sawit,” kata dia.
Menurut dia, masih ada banyak kesempatan untuk menata ulang agar sawit semakin unggul. Salah satunya adalah memperbaiki tata kelola di bagian hulu misalnya pemberian benih atau bibit yang bagus, menyelesaikan persoalan replanting, serta kepemilikan lahan.
“Kemudian baru hilirisasinya. Para stakeholder sawit ini saya minta kerjakan urusan kepemilikan lahan sampai petaninya punya sertifikat. Hanya dengan lahan bersertifikat maka petani punya keberlanjutan untuk berusaha. Esensi dari warga negara adalah punya hak untuk memiliki lahan,” jelasnya.
Rachmat lebih lanjut juga menyoroti komitmen pemerintahan baru dalam tata kelola industri hilir dan hulu sawit.
“Masa-masa ini adalah masa dimana kita harus berpikir ulang. Bagaimana menata kembali kelapa sawit yang pertama untuk kepentingan petani. Kedua, kepentingan masyarakat penggunanya. Kalau itu bisa dikerjakan, kelapa sawit tidak akan ada pihak yang mengalahkan sekalipun dan kelapa sawit akan menjadi sumber kehidupan kita dimanapun dia berada,” pungkasnya.