sawitsetara.co – JAKARTA – Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyoroti kampanye negatif produk sawit di Indonesia yang dilakukan oleh generasi muda di India dan Pakistan. Ironisnya, kedua negara tersebut merupakan importir minyak sawit terbesar dari Indonesia.
Head of Media Relations GAPKI, Feny Sofian menjelaskan kampanye yang sedang berlangsung di India dan Pakistan dapat berdampak negatif terhadap produk minyak sawit dalam negeri.
“Kalau dulu bisa dibilang Eropa itu yang rewel gitu ya, karena banyak banget trend barrier-trend barrier. Jangan salah, sekarang India dan Pakistan yang sangat bergantung kepada sawit, anak-anak mudanya mulai anti-sawit,” kata Fenny saat diskusi yang diselenggarakan oleh Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) di jakarta.
Selain itu Fenny menjelaskan bahwa isu mengenai penggunaan minyak nabati yang sehat mulai gencar disuarakan pada acara Sustainable Vegetable Oil Conference pada September 2023.
“Tapi tren bahwa tidak mau menggunakan minyak sawit karena bukan green minyak nabati yang indah, yang sustainable itu sudah mulai ke anak-anak muda di India dan Pakistan,” kata Fenny.
Selain itu, sambung Fenny, harga minyak sawit yang lebih mahal dibandingkan minyak nabati lainnya turut menjadi alasan penolakan ini.
“Jadi di sana anak-anak mudanya mulai anti-sawit. Kenapa? Karena kampanye yang besar dan di beberapa supermarket di India dan Pakistan, itu kok lebih mahal sawitnya dibanding minyak nabati lain. Tapi mungkin karena supply and demand ya,” sambung Fenny.
Fenny menegaskan pentingnya peran media sebagai agen perubahan dalam mengatasi masalah ini.
“Jadi, kita harus sama-sama, terutama dari teman-teman media juga sebagai agen perubahan, yang punya akses ke internasional, ke nasional. Nanti kapan-kapan juga atau di sosial medianya mulai menyuarakan kampanye positif, pakai bahasa Inggris mungkin ya, biar orang India dan Pakistan juga bisa lihat,” kata Fenny.
Lebih lanjut, Fenny mengungkapkan bahwa akun media sosial yang mengekspresikan kampanye positif terhadap minyak sawit sering kali berasal dari alamat IP Malaysia. Hal ini menunjukkan bahwa negara-negara tetangga tersebut lebih aktif melakukan kampanye kelapa sawit secara agresif dibandingkan Indonesia.
“Saya berharap pemerintah dan segmen-segmen terkait di Indonesia lebih gencar dalam menyuarakan informasi yang akurat dan positif mengenai minyak sawit,” tambah Fenny.
Fenny juga menyoroti adanya doktrinasi negatif mengenai minyak sawit dalam sistem pendidikan. Dia mencontohkan materi pelajaran yang mengaitkan deforestasi dengan penggunaan minyak sawit, yang dianggap bisa merusak persepsi anak-anak muda sejak dini.
“Jadi ini doktrinisasi menurut saya, doktrinisasi yang kemudian harus segera dievaluasi dan ditanggulangi bahwa anak-anak kita jangan sampai di mindsetnya tumbuh dengan pemahaman sawit itu jelek,” kata Fenny.
Fenny juga menekankan pentingnya upaya bersama untuk meluruskan pandangan ini dan memastikan bahwa generasi muda tidak tumbuh dengan pemahaman yang salah mengenai minyak sawit.
“Semua pihak, termasuk pemerintah, media, dan masyarakat, perlu bekerja sama dalam meningkatkan citra positif minyak sawit di mata dunia,” pungkas Fenny.