sawitsetara.co, JAKARTA – Pidato Presiden Jokowi perihal ekspor Minyak Goreng Sawit (MGS) dan bahan baku MGS, sesungguhnya adalah “jeweran” kepada semua stakeholder sawit. Namun sayangnya jeweran tersebut justru berdampak tragis terhadap nasib petani sawit.
Hal ini bermula dari pidato Presiden Jokowi tentang larangan ekspor MGS dan bahan baku MGS terhitung mulai 28 April 2022 sampai batas waktu yang tidak ditentukan.
Ketua DPW APKASINDO (Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia) Provinsi Jambi, Kasriwandi, mengatakan bahwa 1 jam setelah Presiden menyampaikan pidatonya, harga Tandan Buah Segar (TBS) petani di Jambi langsung rontok dan turun di kisaran Rp. 200-300/kg.
“Tadi sore (23/4) beredar WA dari Manager Pembelian TBS bahwa harga TBS pekebun hari Minggu (24/4) akan dihargai Rp. 2.785/kg atau turun Rp. 500,-. Bahkan banyak juga PKS yang sudah mengirimkan pesan (WA) kepada pemasok TBS bahwa untuk sementara PKS tutup,” kata Kasriwandi.
“TBS saya sore tadi saja sudah ditolak PKS, karena alasan pabrik mengurangi pembelian TBS petani, takut tangki timbun CPO cepat penuh,” urai Ketua DPW APKASINDO Provinsi Jambi itu.
Kasriwandi melanjutkan uraiannya, “Ini penurunan kedua harga TBS sejak pidato Pak Jokowi, setelah sebelumnya turun Rp. 300,- persis 1 jam setelah Presiden pidato, artinya total penurunan harga TBS sudah mencapai Rp. 800/kg pasca pidato Pak Jokowi, entahlah apa yang terjadi hari Senin, bisa saja harga TBS tinggal Rp.2000,-.”
“Tolonglah kami petani Pak Jokowi, jangan gegara MGS hancur semua masa depan kami,” pinta Kasriwandi penuh harap.
“Kami petani kan sudah bersedia dinaikkan Pungutan Eksport (PE) untuk digunakan mensubsidi MGS curah 6 bulan ke depannya,” pinta Kasriwandi dengan sedih.
Ketua Umum DPP APKASINDO, Dr. Ir. Gulat ME Manurung, MP., C.IMA, ketika dihubungi awak media mengatakan, “Kondisi ini seharusnya tidak terjadi, karena Peraturan Menterinya saja belum turun. Ini merupakan ulah spekulan, yang mencari untung pasca pidato Pak Jokowi. Ya benar, spekulan TBS dan spekulan CPO sudah bermain dengan menyebarkan WA-WA pembelian TBS petani untuk hari ini dan besok dengan harga yang sangat rendah. Saya sudah komunikasi ke 22 Ketua-Ketua DPW Provinsi APKASINDO, bahwa diketahui hampir semua PKS dari Sabang-Merauke sudah ambil ancang-ancang menurunkan pembelian TBS pekebun, bahkan ada yang sudah menurunkan pembelian TBS pekebun, persis setelah pidato Presiden. Mirisnya lagi ada beberapa PKS yang sudah membuat pengumuman bahwa untuk beberapa hari ke depan tidak menerima TBS (tutup). Ketika Saya tanyakan ke beberapa PKS yang akan tutup tersebut, alasan para Manager PKS tersebut hampir sama yaitu takut CPO produksi mereka tidak ada yang membeli dan tangki CPO akan penuh atau kalaupun ada yang membeli dengan harga jauh di bawah modal belanja TBS.”
Gulat melanjutkan, “Kami Pengurus APKASINDO di 22 Provinsi sudah kelabakan menjawab pertanyaan-pertanyaan dan meredam emosi rekan-rekan petani dari Sabang-Merauke. Ini tidak bisa dibiarkan, Satgas Pangan Nasional harus segera turun gunung. Semua harus diselamatkan, baik MGS terkhusus curah maupun 16 juta petani sawit dan pekerja sawit.”
“Porak-poranda dampak ekonomi sawit jadinya akibat curi start para spekulan, dan Malaysia akan menikmati kondisi ini,” tegas Gulat.
“Sekali lagi saya tegaskan, regulasi yang mengatur moratorium ekspor MGS dan bahan baku MGS tersebut saja belum turun, kok sudah pada curi start menekan harga TBS petani? Dan yang dilarang ekspor kan seperti pidato Presiden kan hanya ‘MGS dan bahan bakunya’, bukan keseluruhan turunan dari CPO dan masih banyak produk turunan sawit lainnya yang bisa diekspor, kok malah disebarkan info bahwa semua dilarang ekspor,” ujar Gulat heran.
“Bisa saja peraturan Menteri Perdagangan atau Menteri Perindustrian tersebut tidak perlu diterbitkan karena situasi MGS sudah membanjiri pasar 2-3 hari ke depan, khususnya MGS yang curah (yang disubsidi), jadi jangan panik dulu semua.” papar Gulat.
“Saya yakin dan percaya, Presiden akan mengambil langkah terbaik dalam waktu dekat. ‘Terlampau beresiko kepada stabilitas ekonomi nasional’ jika situasi ini berkepanjangan. Untuk itu saya menghimbau kepada semua industri dan pabrik MGS supaya memacu produksi MGS terkhusus jenis curah, dan segera berkoordinasi dengan Distributor baik D1 maupun D2 supaya ketersediaan MGS curah benar-benar tersedia seperti sebelumnya. Jadi gak ada pilihan, ‘obat’nya ada di para produsen MGS, bila perlu pabrik MGS bekerja 24 jam untuk menyelamatkan masa depan sawit Indonesia.” jelas Gulat.
“Kita lihat saja hari Senin (25/4), tender CPO di KPBN, apakah ada perusahaan yang mengikuti tender? Ini juga akan menjadi jawaban dari isi pidato Presiden Jokowi. Kami juga berharap APH (aparat penegak hukum) supaya memplototin pasca pidato Presiden, supaya spekulan jangan sampai ambil kesempatan yang melipatgandakan kerugian petani. Kami yakin, Presiden Jokowi sudah memperhitungkan ini semua secara terukur,” lanjut Gulat.
“Tekanan terhadap industri sawit saat ini sangat berat, seperti kenaikan harga pupuk yang mencapai 200%. Belum lagi keputusan Menteri Keuangan melalui Peratuan PMK Nomor 23/PMK.05/2022 baru-baru ini menaikkan Tarif PE CPO dari 155 US$/ton, naik menjadi 375 US$/ton dan Bea Keluar (BK) menjadi 200 US$/ton, totalnya menjadi 575 US$ (Rp8.350.000). Semuanya ini saling sinergis menekan harga TBS Petani,” urai Gulat.
“Jika memang tujuan Presiden untuk membanjiri MGS dalam negeri, maka kami petani sawit berharap dengan segala hormat kepada Bapak Presiden supaya kebijakan tersebut jangan terlampau berlama-lama, 3-4 hari ke depan cukuplah sebagai jeweran. Sekarang bola panasnya berada di tangan industri MGS, semakin cepat membanjiri pasar dengan MGS terkhusus curah, semakin baik, kita berpacu dengan waktu,” ujar Gulat berharap.
“Mari kita semua stakeholder sawit menjadikan kisruh MGS ini menjadi pelajaran berharga, bahwa nasionalis harus menjadi ciri khas sawit Indonesia. Kami yakin dan percaya dengan kebijakan ‘jeweran’ Presiden Jokowi untuk kebaikan ke depannya dalam tata kelola industri sawit yang merupakan tumpuan ekonomi negeri ini,” tutup Gulat.
Jur: Arif Annugraha/Red: Maria Pandiangan