sawitsetara.co – JAKARTA – Indonesia telah mencatatkan diri sebagai Top-3 produsen dan konsumen biodiesel dunia. Bahkan dalam produksi dan komsumsi biodiesel berbasis sawit, Indonesia merupakan yang terbesar di dunia. Keberhasilan Indonesia dalam industri biodiesel merupakan hasil dari konsistensi Indonesia dalam menghasilkan dan mengkonsumsi biodiesel sebagai subsitusi solar fosil.
Saat ini pemerintah Indonesia telah menerapkan mandatory B35, yang artinya 35% menggunakan minyak sawit. Hal ini sebetulnya sudah sangat bagus dan sudah berjalan tapi kedepan kita harus mengembangkan bukan hanya biodiesel tapi bisa juga Bensin Sawit (Bensa). Karena harus diakui bersama bahwa pengembangan Biodiesel memberikan banyak manfaat yang dinikmati seluruh masyarakat/sektor pembangunan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Sebagaimana diketahui, bahwa pengembangan biodiesel berbasis sawit telah menciptakan berbagai manfaat sosial, ekonomi dan ekologi yang dinikmati masyarakat secara keseluruhan. Pertama, bisa menghemat solar yang berbahan baku dari fosil.
Kedua, bisa menghemat devisa. Kebijakan mandatori biodiesel domestik yang berdampak pada penurunan impor solar fosil tersebut juga secara langsung menghemat devisa untuk impor solar fosil.
Ketiga bisa menurunkan emisi. Subsitusi solar fosil dengan biodisel sawit dapat menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sekitar 40-70%.
Dan yang jelas, dengan mengembangkan dan menggunakan biodiesel didalam negeri maka benefitnya bukan hanya pada petani tapi juga pada negara.
Saat ini tingginya kebutuhan akan CPO untuk produk hilir termasuk untuk pengembangan biodiesel, disnilah program peremajaan sawit rakyat (PSR) harus berjalan. Sebab dengan berjalannya program PSR maka produksi nasional akan meningkat melalui peningkatan produksi lahan petani.
Program PSR harus berhasil dan jangan dipersulit. Jadi apa yang tidak bisa diurus oleh petani maka dibantu oleh pemerintah. Sebab dengan berjalannya PSR maka produktivitas nasional akan naik, dan kita tidak akan kesulitan mencari bahan baku jika biodiesel dikembangkan.
Tungkot menyebutkan bahwa saat ini total luas Perkebunan kelapa sawit yang mencapai 16,3 juta hekar, produktivitasnya hanya 4 ton per hektar per tahun, padahal potensinya bisa mencapai antara 8 – 10 juta ton per hekar per tahun. Berarti menjelang tahun 2045 produksi nasional bisa mencapai 110 juta ton crude palm oil (CPO) padahal target dari Presiden Terpilih yakni Pak Prabowo hanya 100 juta ton. Artinya produksi sudah bisa melebihi target jika program PSR dijalankan.
Disaat yang sama kita mengembangkan biodiesel disaat yang sama pula kita harus cepat untuk menjalankan program PSR, dan itu kuncinya. Tidak hanya itu, perlu diakui bahwa saat ini terlalu tinggi daya saing sawit untuk dikalahkan. Biasanya bersaing secara harga. Jadi karena tidak mampu bersaing dengan sawit maka dikeluarkanlah black campaign dari pihak kompetetor minyak nabati lainnya.
Demi mencapai hal tersebut didukung Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sawitsetara gelar FGD Biodiesel , semua stakeholders sawit harus melakukan edukasi kepada publik. Edukasi jangan sampai Masyarakat terpengaruh dengan kampanye hitam mereka. Untuk para Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang ada di Indonesia pakailah hati Nurani, bertaubatkah dan Kembali membela sawit untuk kepentingan bangsa dan negara serta para rakyat kita.
Karena tidak semua paham kenapa kelapa sawit bisa digunakan sebagai bahan energi. dan situlah butuh diskusi dan edukasi lebih insentif mengenai manfaat sawit yang bisa disuarakan melalui media nasional ataupun internasional.